Jakarta -- Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mendorong para pelaku UKM maupun perseorangan untuk memanfaatkan fasilitas pelonggaran kredit atau restrukturisasi utang selama pandemi virus corona.
Sebab, pengajuan restrukturisasi kredit tak akan berpengaruh pada rekam jejak perbankan si pemohon tersebut. Namun, periode pemutihan sebagai bentuk relaksasi beban masyarakat ini terbatas hingga April 2021.
"Ini yang penting, ketika bank memberikan restrukturisasi kepada perorangan atau pelaku UKM sejak April 2020 hingga April 2021, pemohon dimasukkan ke kategori I atau lancar," katanya pada Indef Talks Kupas Tuntas Kebijakan Subsidi Bunga Kredit, Sabtu (2/5).
Menurutnya, para pemohon relaksasi kredit tak perlu khawatir akan jatuh kelas menjadi kategori II atau tidak lancar sebab mekanisme pemutihan telah dijamin oleh pemerintah sebagai realisasi restrukturisasi kredit.
Namun, perlu diingat bahwa tak semua permohonan relaksasi kredit dapat dikabulkan. Syaratnya, tak boleh ada rekam jejak kredit macet sebelum Maret 2020 atau sebelum pandemi virus corona. Jika rekam jejak terbukti cacat atau pernah terjadi gagal bayar, maka permohonan dapat ditolak pihak Bank.
Dia pun berpesan agar berhati-hati dan melakukan kalkulasi untuk pembayaran setelah April 2021 sebab jika gagal bayar, rekam jejak tak dapat dipulihkan.
"Setelah April 2021 harus mikir sumber bayar dari mana biar status perbankan tidak jatuh jadi tidak lancar," pesannya.
Sebelumnya, Bank-bank BUMN merealisasikan restrukturisasi kredit kepada 832 ribu nasabah senilai Rp120,9 triliun.
Berdasarkan data Himpunan Bank-bank Negara (Himbara), dari 832 ribu nasabah yang mendapatkan keringanan kredit, sebagian besarnya mengalir ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebanyak 801 ribu nasabah.
Sedangkan sisanya 30 ribu nasabah merupakan nasabah non-UMKM, seperti segmen konsumen dan wholesale. Secara nilai, keringanan kredit yang diberikan kepada pelaku UMKM sebesar Rp87,36 triliun dan non-UMKM sebesar Rp33,49 triliun.
Ketua Himbara sekaligus Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan terdapat tujuh sektor industri yang berpotensi terdampak langsung akibat Covid-19. Antara lain, pariwisata, penerbangan dan maritim, otomotif, jasa keuangan, manufaktur, konstruksi dan real estate, pendidikan, minyak dan gas.
Sumber : cnnindonesia.com